Fst.umsida.ac.id – Melalui inovasi turbin hidrofoil dua tahap berbasis NACA 64-212, tim peneliti Umsida berhasil mengubah aliran sungai dengan kecepatan rendah menjadi sumber energi listrik yang ramah lingkungan.
Solusi ini dirancang untuk wilayah dataran rendah yang selama ini belum terlayani pembangkit listrik tenaga air (PLTA) konvensional.
Indonesia memiliki ribuan aliran sungai yang menyimpan potensi energi besar. Sayangnya, sebagian besar PLTA saat ini hanya memanfaatkan air terjun atau bendungan dengan tekanan tinggi.
Akibatnya, daerah dataran rendah dan desa terpencil belum bisa mengakses energi bersih dan terbarukan dari sungai-sungai di sekitar mereka.
Untuk menjawab tantangan ini, tim peneliti Umsida mengembangkan turbin hidrofoil dua tahap yang dirancang secara khusus untuk menangkap energi kinetik dari sungai datar. Turbin ini tidak memerlukan elevasi tinggi maupun bendungan, menjadikannya solusi praktis, murah, dan berkelanjutan.
“Turbin hidrofoil ini dirancang untuk menghadirkan energi terbarukan yang dapat diakses oleh masyarakat luas, terutama di daerah-daerah yang tidak memiliki infrastruktur PLTA konvensional,” ungkap Dr. A. Fahruddin, peneliti utama.
Baca Juga: Dukung Pertanian Organik, Peneliti Umsida Ubah Daun Kelor dan Cangkang Telur Jadi POC Efektif
Desain dan Metodologi Penelitian’

Riset dilakukan menggunakan model turbin dua tahap, dengan variasi jumlah bilah pada tahap kedua: 4, 5, dan 6 bilah. Ketiganya diuji pada debit air 0,036 m³/s, 0,048 m³/s, dan 0,057 m³/s dalam saluran air buatan yang dirancang secara khusus.
Material turbin menggunakan desain profil NACA 64-212 yang dikenal memiliki efisiensi aerodinamis tinggi.
Rotasi turbin diukur dengan tachometer digital, sementara torsi dihitung dengan metode gaya tarik menggunakan timbangan digital. Data ini lalu digunakan untuk menghitung daya dan efisiensi konversi energi air menjadi energi listrik.
Pengujian dilakukan secara berulang untuk memastikan validitas data, sekaligus mengamati bagaimana setiap konfigurasi bilah merespons perubahan debit air. Setiap kombinasi diuji minimal tiga kali untuk memperoleh nilai rata-rata yang representatif.
Konfigurasi dengan 6 bilah menunjukkan efisiensi terbaik: 7,47% pada debit 0,036 m³/s, dan daya maksimum 2,5 Watt pada debit 0,057 m³/s. Namun, efisiensi ini menurun pada debit yang lebih tinggi akibat gangguan aliran antar bilah yang terlalu rapat.
Sebaliknya, konfigurasi dengan 4 bilah lebih responsif terhadap perubahan debit namun menghasilkan daya lebih rendah. Tahap kedua dari turbin juga cenderung kurang efisien karena energi kinetik telah banyak terserap pada tahap pertama.
“Efisiensi tertinggi dicapai pada debit rendah, karena bilah mampu menangkap aliran air secara optimal tanpa gangguan,” jelas Dr. Fahruddin.
Keunggulan Turbin Dua Tahap dan Potensi Aplikasinya
Turbin hidrofoil dua tahap ini memiliki sejumlah keunggulan utama
-
Modular dan fleksibel: jumlah bilah bisa disesuaikan sesuai lokasi
-
Hemat biaya: bahan mudah diperoleh dan tahan lama
-
Instalasi mudah: tidak memerlukan bendungan besar
Dengan keunggulan ini, teknologi turbin cocok untuk desa-desa terpencil, sungai kecil, atau daerah tanpa akses listrik PLN. Bahkan di kawasan rawan bencana, di mana infrastruktur energi sering kali rusak, teknologi ini dapat menjadi sumber daya listrik alternatif yang berkelanjutan dan cepat dipasang.
“Ini adalah langkah awal menuju akses energi terbarukan yang lebih inklusif,” tambah Dr. Fahruddin.
Langkah Lanjut dan Pengembangan Masa Depan

Meski hasilnya menjanjikan, tantangan tetap ada. Tim peneliti berencana memperbaiki desain bilah agar lebih aerodinamis dan mengurangi turbulensi antar bilah. Integrasi dengan baterai juga tengah dikaji agar energi tetap tersedia saat debit sungai menurun.
Tim juga membuka peluang kolaborasi lintas disiplin, seperti dengan bidang elektronika dan sistem kontrol, untuk menciptakan sistem monitoring berbasis IoT yang dapat memantau performa turbin secara real-time di lapangan.
Penelitian ini menegaskan potensi besar teknologi turbin dua tahap untuk menyuplai listrik skala kecil di daerah yang belum terjangkau jaringan utama.
Dengan efisiensi 7,47% dan daya 2,5 Watt, inovasi ini membuka jalan bagi masyarakat desa untuk mendapatkan akses energi terbarukan yang stabil dan murah.
“Dengan pengembangan lebih lanjut, turbin ini dapat menjadi salah satu solusi utama untuk mencapai ketahanan energi nasional,” tutup Dr. Fahruddin.
Sebagai bagian dari komitmen Umsida dalam riset berorientasi manfaat, inovasi ini membuktikan bahwa teknologi sederhana bisa menghadirkan dampak besar — tidak hanya untuk lingkungan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat terpencil.
Penulis: Annifa Umma’yah Bassiroh