Fst.umsida.ac.id – Di balik manisnya sebutir gula, tersimpan persoalan yang pahit Tak banyak yang tahu bahwa dalam proses produksi gula di sejumlah pabrik di Indonesia, terdapat ratusan kilogram produk cacat yang akhirnya terbuang sia-sia. Produk-produk ini tidak layak jual, tidak bisa digunakan, dan akhirnya menjadi bagian dari food waste salah satu tantangan terbesar industri pangan masa kini.
Menyadari pentingnya isu ini, tim peneliti Dosen Teknik Industi dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) tergerak untuk melakukan riset mendalam di salah satu pabrik gula di Jawa Timur. Riset ini dilakukan selama masa giling tebu tahun 2024, yang berlangsung antara bulan Mei hingga Oktober. Pabrik yang dijadikan lokasi riset melaporkan angka kecacatan produk sebesar 17% pada Mei dan 11,07% pada Juni angka yang mengejutkan dan merugikan.
Dipimpin oleh Dr Atikha Sidhi Cahyana ST MT sebagai ketua tim, bersama Dr Hana Catur Wahyuni ST MT dan Dr Rita Ambarwati Sukmono SE MMT, serta melibatkan mahasiswa Teknik Industri, Rio Firmansyah, tim ini berhasil mengungkap akar permasalahan yang selama ini terabaikan. Mereka tidak hanya menemukan penyebabnya, tapi juga merancang solusi konkret yang bisa diterapkan langsung di lapangan.
Limbah Gula, Ancaman Tersembunyi di Balik Pabrik

Gula merupakan bahan pangan yang hampir tak tergantikan! Mulai dari rumah tangga hingga industri skala besar, gula memegang peran vital. Namun, peningkatan kebutuhan ini tidak selalu diimbangi dengan efisiensi produksi. Di pabrik gula tempat riset dilakukan, tercatat produksi pada Mei mencapai 3.115 kwintal dan pada Juni melonjak menjadi 5.429 kwintal. Ironisnya, ratusan kilogram hasil produksi itu harus terbuang karena masuk dalam kategori produk cacat.
Jenis-jenis cacat yang ditemukan pun bervariasi, mulai dari gula galus (gula yang menggumpal), krikilan (butiran kasar dan tidak seragam), hingga molasses (sisa cairan dari pemrosesan gula yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih lanjut). Semua ini berkontribusi pada limbah pangan yang merugikan dari sisi ekonomi, lingkungan, dan produktivitas.
Membongkar Akar Masalah dengan Pendekatan 5M

Tim Umsida menggunakan pendekatan yang terstruktur dan sistematis, yakni dengan mengkaji lima faktor utama penyebab kecacatan dalam proses produksi: Man, Machine, Material, Method, dan Environment. Inilah hasil temuan mereka:
1. Man (Sumber Daya Manusia)
Operator produksi mengalami kejenuhan kerja dan kurang disiplin terhadap SOP (Standard Operating Procedure), yang menyebabkan turunnya fokus dan akurasi dalam bekerja.
Solusi: Memberikan pelatihan ulang, peningkatan motivasi kerja, serta supervisi intensif kepada operator baru.
2. Machine (Mesin Produksi)
Kurangnya kebijakan dan pengawasan dalam pemeliharaan mesin mengakibatkan sensor dan komponen penting tidak berfungsi optimal.
Solusi: Jadwal pemeliharaan rutin, penggantian komponen secara berkala, serta peningkatan kesadaran pekerja terhadap pentingnya perawatan mesin.
3. Material (Bahan Baku)
Kurangnya pemahaman terhadap standar bahan baku menyebabkan bahan yang seharusnya tidak lolos malah digunakan.
Solusi: Inspeksi bahan baku yang lebih ketat dan rekrutmen lebih awal agar ada waktu cukup untuk pelatihan.
4. Method (Metode Kerja)
Ketidakkonsistenan dalam penerapan SOP menjadi faktor signifikan dalam munculnya kecacatan.
Solusi: Pelatihan komprehensif dan pengawasan terhadap pelaksanaan prosedur kerja.
5. Environment (Lingkungan Kerja)
Area produksi kurang bersih, serta pencahayaan dan ventilasi tidak memadai.
Solusi: Jadwal pembersihan harian dan perbaikan fasilitas fisik seperti ventilasi dan lampu.
Dampak Luas Dari Pabrik ke Lingkungan dan Ekonomi
Riset ini menunjukkan bahwa kecacatan produk bukan hanya persoalan teknis, tapi juga menyangkut ekosistem industri secara menyeluruh! Produk yang cacat tidak dapat dikomersialkan, sehingga langsung masuk ke limbah. Ini tidak hanya menyebabkan pemborosan bahan baku dan energi, tapi juga memperburuk jejak karbon industri makanan.
Lebih jauh lagi, kondisi ini bertolak belakang dengan semangat keberlanjutan dan efisiensi yang kini menjadi standar global industri pangan. Karena itu, tim riset Umsida juga mendorong penerapan Green Supply Chain Management (GSCM) di sektor gula. Pendekatan ini menekankan pentingnya efisiensi dan kelestarian lingkungan di seluruh rantai pasok dari petani tebu, proses produksi, hingga distribusi.
Solusi Riset yang Siap Diimplementasikan
Tak hanya berhenti pada identifikasi masalah, tim Umsida juga menawarkan rekomendasi konkret yang langsung bisa diadopsi oleh industri:
- Pembuatan SOP berbasis visual dan audio untuk mempermudah pemahaman pekerja dengan berbagai latar pendidikan.
- Audit kualitas internal bulanan agar proses evaluasi lebih sering dilakukan.
- Workshop lintas bagian untuk menyamakan persepsi antara bagian produksi, maintenance, dan pengadaan bahan baku.
- Penerapan sistem reward and punishment untuk mendorong budaya kerja yang lebih disiplin dan produktif.
Umsida, Kampus Inovasi yang Peduli Industri Lokal
Riset ini merupakan bentuk nyata komitmen Umsida dalam menjawab tantangan di masyarakat! Dengan melibatkan dosen dan mahasiswa lintas program studi, kampus ini tidak hanya menjadi pusat pembelajaran, tapi juga agen perubahan yang mampu menghadirkan solusi konkret bagi sektor industri di Indonesia.
Atikha Sidhi Cahyana, ketua tim peneliti, menyampaikan bahwa hasil riset ini akan segera dipublikasikan dalam jurnal nasional dan diajukan sebagai bahan pengembangan kurikulum berbasis industri di Teknik Industri Umsida
“Kami ingin hasil riset ini tidak hanya berhenti di kertas, tapi benar-benar diterapkan untuk memperbaiki sistem produksi dan mengurangi food waste yang kerap luput dari perhatian,” ungkapnya.
Dari Limbah Jadi Peluang
Food waste bukan hanya terjadi di dapur rumah tangga. Di tingkat industri, persoalan ini justru lebih besar dan berdampak luas! Riset dari tim Umsida membuktikan bahwa dengan pendekatan ilmiah yang tepat, limbah bisa dicegah, mutu bisa ditingkatkan, dan keberlanjutan bisa diwujudkan.
Melalui kajian ini, harapannya adalah muncul kesadaran baru dari industri gula dan sektor pangan lainnya untuk mulai mengevaluasi sistem produksi mereka. Karena di balik setiap produk cacat, tersimpan potensi besar untuk inovasi dan perbaikan.
Penulis: Dr Athika Sidhi Cahyana
Editor: Annifa Umma’yah Bassiroh