Fst.umsida.ac.id – Program Magister Inovasi Sistem dan Teknologi (MIST) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menggelar Visiting Lecture bertema “Innovation in Energy and the Environment” pada Senin (10/11/2025).
Kegiatan ini menghadirkan Prof Dametken M Turekulova, Vice-Rector for Scientific Affairs and Internationalization dari Esil University, Kazakhstan, yang membahas tren global energi hidrogen dan pengalaman negaranya dalam mendorong ekonomi rendah karbon.

Dalam sambutannya, Dr Izza Anshory ST MT, Kaprodi MIST Umsida, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi langkah penting dalam memperluas wawasan mahasiswa pascasarjana terhadap isu energi global.
“Kami ingin mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami bagaimana inovasi teknologi energi dapat diterapkan secara nyata di tingkat global. Kolaborasi seperti ini membuka peluang riset bersama dan pertukaran pengetahuan lintas negara,” ungkapnya.
Baca Juga: Pelantikan BEM FST Umsida 2025/2026: Momentum Regenerasi dan Semangat Baru Mahasiswa
Hidrogen Jadi Pilar Baru Energi Dunia
Prof Turekulova dalam pemaparannya menjelaskan bahwa hidrogen kini menjadi pilar utama dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon. Energi ini berperan besar dalam mendukung dekarbonisasi di berbagai sektor, seperti listrik, industri, dan transportasi.
“Hidrogen bukan lagi teknologi yang bersifat eksperimental. Saat ini, hidrogen telah menjadi tulang punggung revolusi energi baru yang menghubungkan sumber energi terbarukan dengan sistem penyimpanan dan distribusi,” jelasnya.
Ia menambahkan, negara-negara yang mampu memproduksi hidrogen bersih secara efisien akan memiliki posisi strategis dalam peta geopolitik energi global, karena dapat memasok energi hijau ke berbagai kawasan dunia.
Pasar Global Mengarah ke Investasi Triliunan Dolar
Menurut data yang dipaparkan, permintaan hidrogen global pada tahun 2025 telah mencapai 100 juta ton per tahun, sebagian besar masih berasal dari bahan bakar fosil. Namun, tren menuju hidrogen bersih semakin kuat dengan proyeksi bahwa energi ini akan memenuhi hingga 25 persen kebutuhan energi dunia pada 2050.
“Investasi global pada teknologi hidrogen bersih telah melampaui 110 miliar dolar Amerika. Hal ini menunjukkan adanya dorongan industri berskala besar menuju dekarbonisasi,” terang Prof Turekulova.
Nilai pasar tahunan hidrogen kini diperkirakan mencapai 700 miliar dolar AS, dan kebutuhan infrastruktur jangka panjang dapat menembus 11 triliun dolar AS.
Angka ini, menurutnya, menjadi sinyal kuat bahwa hidrogen akan berperan besar dalam masa depan industri energi dunia.
Teknologi dan Biaya Produksi Masih Jadi Tantangan

Dalam sesi selanjutnya, Prof Turekulova memaparkan perbandingan teknologi produksi hidrogen: grey, blue, dan green hydrogen.
Grey hydrogen dinilai murah namun beremisi tinggi, sedangkan blue hydrogen lebih ramah lingkungan karena dilengkapi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage atau CCS).
Sementara green hydrogen, yang dihasilkan melalui energi terbarukan seperti angin dan surya, memiliki emisi nyaris nol namun masih menghadapi tantangan biaya produksi.
“Hidrogen hijau adalah jenis yang paling bersih, tetapi juga masih yang paling mahal. Inovasi dan peningkatan skala teknologi menjadi kunci untuk menutup kesenjangan harga,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya riset lanjutan pada efisiensi electrolyzer, katalis, serta sistem penyimpanan energi agar hidrogen hijau menjadi solusi yang ekonomis dan berkelanjutan.
Pengalaman Kazakhstan: Dari Potensi Alam ke Diplomasi Energi
Sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah, Kazakhstan menargetkan net-zero emission pada tahun 2060 melalui transisi energi bersih.
Energi hidrogen dijadikan vektor utama dalam peralihan dari ekonomi berbasis hidrokarbon menuju ekonomi hijau yang berdaya saing global.
“Strategi nasional kami menempatkan hidrogen sebagai inti dari transisi energi Kazakhstan. Dengan potensi tenaga surya dan angin yang sangat besar, kami membangun fondasi untuk menjadi salah satu eksportir utama hidrogen hijau di dunia,” tutur Prof. Turekulova.
Salah satu proyek strategis yang ia paparkan adalah Hyrasia One, proyek hidrogen hijau terbesar di Asia Tengah dengan investasi senilai 40–50 miliar dolar AS dan kapasitas produksi hingga 2 juta ton per tahun.
Hasil produksi tersebut akan diekspor ke Eropa dan Asia melalui Hydrogen Corridor lintas Laut Kaspia, sejalan dengan inisiatif REPowerEU milik Uni Eropa.
Kerja sama internasional dengan European Bank for Reconstruction and Development (EBRD) serta European Investment Bank (EIB) turut memperkuat pengembangan infrastruktur, riset, dan sistem sertifikasi hidrogen hijau di Kazakhstan.
Kegiatan Visiting Lecture ini menjadi momentum penting bagi MIST Umsida untuk memperluas kerja sama akademik dengan universitas luar negeri.
Penulis: Annifa Umma’yah Bassiroh
















