Fst.umsida.ac.id – Mahasiswa Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), dan dosen pembimbing Agus Miftakhurrohmat, mengkaji efek diferensial dari jenis dan konsentrasi pupuk organik cair (POC) terhadap pertumbuhan tanaman sawi pakcoy (Brassica rapa L.).
Riset ini dilaksanakan di lahan pertanian Desa Seloliman, Mojokerto, dan difokuskan pada evaluasi berbagai konsentrasi POC berbahan dasar kotoran kambing dan akar bambu (PGPR).
Penelitian ini dilakukan sebagai respons atas meningkatnya kebutuhan sayuran sehat seperti pakcoy, serta perlunya optimalisasi pupuk organik dalam mendukung sistem pertanian berkelanjutan.
Pupuk organik cair dinilai lebih cepat diserap tanaman, dapat menyesuaikan konsentrasi dengan kebutuhan spesifik, serta berpotensi menggantikan pupuk kimia secara bertahap.
PGPR Akar Poc Bambu dan Kotoran Kambing sebagai Alternatif Nutrisi
Dalam penelitian ini, dua jenis POC diuji, yaitu dari kotoran kambing dan dari akar bambu dengan konsentrasi 10, 20, dan 30 ml/L air. PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dari akar bambu diketahui mengandung bakteri yang memproduksi hormon pertumbuhan tanaman seperti IAA, yang mempercepat pertumbuhan akar dan aktivitas metabolisme.
Sebaliknya, POC dari kotoran kambing dikenal memiliki kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium tinggi yang penting untuk pertumbuhan daun dan struktur tanaman. Namun, pupuk padat dari kotoran kambing sering kali lambat diserap. Dengan dibuat menjadi pupuk cair melalui fermentasi, penyerapan hara menjadi lebih efisien dan cepat.
Evaluasi Parameter Morfologi Tanaman
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dan melibatkan delapan kombinasi perlakuan dari dua jenis POC dan empat konsentrasi. Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat basah, panjang akar, dan indeks panen.
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi POC PGPR akar bambu dengan konsentrasi 30 ml/L menghasilkan pertumbuhan terbaik pada akar tanaman dengan rata-rata panjang 12,07 cm. Sebaliknya, kombinasi POC kotoran kambing dengan konsentrasi 20 ml/L memberikan luas daun dan berat basah tertinggi, yaitu 56,54 cm dan 61,94 gram pada umur 35 hari setelah tanam (HST).
Interaksi Nyata pada Tinggi dan Luas Daun
Penelitian ini juga menunjukkan adanya interaksi signifikan antara macam POC dan konsentrasi terhadap parameter tinggi tanaman dan luas daun, khususnya pada umur 21, 28, dan 35 HST. Pada parameter jumlah daun, hasil berbeda nyata ditemukan pada semua umur pengamatan (7, 28, dan 35 HST), dengan kombinasi perlakuan tertentu menunjukkan keunggulan yang konsisten.
Hal ini membuktikan bahwa formulasi POC tidak bisa diseragamkan; diperlukan pendekatan spesifik berdasarkan jenis pupuk dan konsentrasi yang sesuai agar hasil optimal. Keunggulan masing-masing jenis POC juga menunjukkan karakteristik yang berbeda dalam mendukung fase pertumbuhan tertentu pada tanaman pakcoy.
Implikasi Riset terhadap Produktivitas dan Ketahanan Pangan
Hasil penelitian ini sangat relevan dalam konteks pengembangan pertanian organik dan peningkatan produktivitas sayuran lokal. Dengan pemanfaatan limbah organik seperti kotoran kambing dan akar bambu sebagai bahan dasar pupuk, pertanian organik menjadi lebih murah, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Temuan ini juga memberikan acuan penting bagi petani, penggiat urban farming, serta pengembang pupuk organik dalam menyusun formulasi pupuk cair berbasis lokal yang efisien. Selain meningkatkan produktivitas, strategi ini juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk anorganik yang berdampak negatif bagi lingkungan dalam jangka panjang.