Fst.umsida.ac.id – Pengumuman yang disampaikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada akhir November 2024 mengenai rencana memasukkan pembelajaran coding dan kecerdasan buatan (AI) dalam kurikulum sekolah dasar tahun ajaran 2025-2026 merupakan langkah progresif.
Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah menyadari urgensi literasi digital sejak dini. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa penguasaan teknologi seperti coding dan AI menjadi kunci dalam mempersiapkan generasi yang kompetitif di kancah global. “Dengan perkembangan pesat teknologi digital saat ini, keterampilan seperti coding dan AI akan sangat membantu anak-anak Indonesia untuk menghadapi tantangan zaman,” ujarnya.
Penerapan inovasi ini di tingkat sekolah dasar tentunya menuntut strategi implementasi yang matang. Staf Khusus Menteri Bidang Transformasi Digital dan Kecerdasan Buatan, Muhammad Muchlas Rowi, menegaskan pentingnya transformasi digital yang adaptif terhadap kebutuhan lokal. Artinya, pemerintah perlu memperhatikan kesenjangan infrastruktur antara sekolah di daerah perkotaan dan pelosok agar inovasi ini benar-benar inklusif.
Baca Juga: Industrial Festival Meriahkan Dies Natalis ke-4 Program Studi Teknik Industri
Dampak dan Manfaat Pembelajaran Coding dan AI bagi Siswa
Ilustrasi: AI
Rencana integrasi coding dan AI sejak dini menuai beragam tanggapan. Sebagian kalangan mendukung, namun ada pula yang meragukan efektivitasnya. Menteri Mu’ti mengakui adanya pro dan kontra ini, namun beliau menegaskan, “Kami percaya bahwa penguasaan teknologi justru akan mendukung perkembangan literasi dan numerasi anak-anak kita.”
Jika diterapkan dengan baik, dampaknya terhadap perkembangan kognitif anak sangat besar. Coding mengajarkan logika berpikir sistematis dan pemecahan masalah. Anak-anak akan terbiasa untuk berpikir kritis, mencoba solusi, dan memahami konsep sebab-akibat. Selain itu, AI dapat menjadi sarana untuk meningkatkan rasa ingin tahu anak mengenai bagaimana teknologi bekerja di sekeliling mereka. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan, “Coding dan AI bukanlah hal yang menakutkan, justru mereka akan membuka peluang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi.”
Lebih jauh, keterampilan ini akan memperkuat kemampuan kolaborasi dan komunikasi. Proses pembuatan program atau proyek berbasis AI sering kali melibatkan kerja tim. Hal ini mengajarkan pentingnya berbagi tugas, mendengarkan pendapat, dan mencapai tujuan bersama.
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran akan beban tambahan bagi siswa. Beberapa orang tua menilai, penguatan literasi dan numerasi seharusnya lebih diutamakan. Hal ini diamini sebagian guru, yang merasa bahwa menambahkan materi baru berisiko mengurangi fokus pada pelajaran dasar.
Kekhawatiran ini perlu dijawab dengan pendekatan yang seimbang, yakni memastikan bahwa coding dan AI tidak mengorbankan pembelajaran dasar lainnya, seperti yang disampaikan Sekretaris Ditjen PAUD Dikdasmen, Praptono, “Kami berharap dapat merumuskan strategi yang tidak hanya efektif dalam memfasilitasi perkembangan keterampilan digital, tetapi juga menjaga keseimbangan dengan pelajaran dasar lainnya.”
Proses Pengembangan Materi dan Kesiapan Tenaga Pengajar
Keberhasilan program ini sangat bergantung pada pengembangan materi pembelajaran yang sesuai dengan jenjang usia sekolah dasar. Materi coding, misalnya, sebaiknya dimulai dari pengenalan konsep logika pemrograman melalui permainan edukatif atau aplikasi sederhana seperti Scratch. Untuk AI, siswa dapat diajak mengenal cara kerja asisten virtual, pengenalan pola, atau penggunaan perangkat pintar.
Pengembangan materi harus melibatkan praktisi pendidikan dan ahli teknologi agar isi pembelajaran tetap relevan dan aplikatif. Modul yang dirancang sebaiknya berfokus pada praktik dan eksplorasi, bukan hanya teori, sehingga anak-anak dapat belajar sambil bermain. Hal ini sesuai dengan pendekatan pembelajaran abad ke-21 yang menekankan kreativitas, kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah.
Namun, tantangan terbesar justru ada pada kesiapan tenaga pengajar. Banyak guru sekolah dasar belum memiliki latar belakang teknologi yang mumpuni. Pelatihan intensif menjadi kebutuhan mendesak. Selain itu, pemerintah perlu mengembangkan platform daring yang menyediakan sumber belajar terbuka agar guru di daerah terpencil pun dapat mengakses materi dan panduan pengajaran dengan mudah.
Langkah pemerintah untuk mengumpulkan masukan dari komunitas pengajaran coding dan AI patut diapresiasi. Hal ini menandakan bahwa kebijakan ini bersifat partisipatif, melibatkan pihak yang selama ini bergelut di lapangan. Menteri Mu’ti juga menegaskan, “Kami ingin mendengar lebih banyak lagi untuk memastikan pembelajaran ini dapat diimplementasikan dengan baik di seluruh Indonesia.”
Baca Juga: Membentuk Pemimpin Muda LKTD 2025 HMTI Umsida dengan Kepemimpinan Berkarakter
Dengan kerja sama antara pemerintah, sekolah, dan komunitas, pembelajaran coding dan AI di sekolah dasar diharapkan menjadi jembatan yang mempertemukan pendidikan dasar yang kokoh dengan penguasaan teknologi digital. Dengan begitu, Indonesia akan mampu mencetak generasi muda yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga kreatif, inovatif, dan siap bersaing di tingkat global.
Penulis: Uba