Fst.umsida.ac.id – Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Intan Rohma Nurmalasari SP MP, bekerja sama dengan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Nusa Tenggara Timur (PWA NTT) melaksanakan kegiatan peningkatan hasil pertanian dan mutu halal melalui pendekatan Integrated Urban Farming.
Program pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di Kecamatan Oebobo, Kabupaten Kupang, sejak awal Maret 2025 dan berlangsung selama tiga bulan.
Salah satu titik fokus dari kegiatan ini adalah penerapan program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 poin kedua, yaitu tentang ketahanan dan keamanan pangan.
Program ini menitikberatkan pada penguatan peran perempuan Aisyiyah melalui edukasi pertanian terintegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pangan serta memastikan kualitas pangan yang halal dan aman.
Menurut Intan, panggilan akrab dosen tersebut, penguatan informasi yang bersifat terintegrasi dalam bidang pertanian sangat diperlukan.
Tantangan Pertanian di NTT

Produksi pertanian hortikultura di NTT tergolong sangat rendah, salah satu penyebabnya adalah tingginya harga dan risiko kesehatan dari penggunaan nutrisi hidroponik berbahan kimia.
“Dilihat dari kondisi geografis dan iklim tropis serta lokasi di wilayah kepulauan, masyarakat di sana sangat bergantung pada sumber daya alam yang mesti disesuaikan dengan kondisi alam yang ada,” jelas Intan.
Masalah ini diperparah oleh konversi lahan pertanian menjadi area pembangunan infrastruktur, ditambah lagi dengan krisis air selama musim kemarau karena dampak perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan dan kesulitan dalam irigasi.
Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya hasil produksi pertanian, terutama hortikultura, menjadi tantangan terbesar.
“Isu kedua yang paling krusial adalah minimnya pengetahuan masyarakat tentang Mutu Halal dan keamanan pangan, yang berkaitan langsung dengan kualitas Sumber Daya Manusia,” tambah dosen lulusan Magister Pertanian dari UNS itu.
Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap konsep Integrated Urban Farming juga mengakibatkan penurunan produktivitas, diperparah oleh kondisi geografis dan iklim ekstrem. Oleh sebab itu, dibutuhkan edukasi dan dukungan khusus untuk mengembangkan sistem pertanian terintegrasi sesuai regulasi lokal.
Pendampingan Pertanian Terintegrasi

Dengan mempertimbangkan permasalahan tersebut, NTT dipilih sebagai lokasi khusus (lokus) kegiatan, yang dilakukan secara hybrid mengingat jarak wilayahnya yang cukup jauh.
Kegiatan pendampingan ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa edukasi online mengenai mutu pangan yang sehat dan halal.
“Untuk tahap kedua, kami mengadakan pelatihan langsung mengenai Integrated Urban Farming – Hidroekonutrisi di Universitas Muhammadiyah Kupang,” terang Intan.
Dalam pelatihan tatap muka tersebut, tim pengabdian masyarakat menyelenggarakan workshop tentang peracikan nutrisi dan pembuatan Tea Compost Bag Hidroponik, sekaligus memberdayakan komunitas PWA NTT.
Konsep Integrated Urban Farming – Hidroekonutrisi Tea Compost Bag adalah integrasi dari aktivitas pertanian, peternakan, perikanan, serta pengelolaan sampah di kawasan perkotaan.
Teknologi ini kini tengah digalakkan sebagai alternatif bertani dan beternak di lahan sempit.
Sistem ini dirancang untuk menjawab permasalahan keterbatasan lahan akibat alih fungsi, menjadikannya sebagai metode pertanian yang ramah lingkungan, ekonomis, dan berkelanjutan.
Ketua Pusat Studi SDGs Umsida tersebut menambahkan bahwa sistem ini bebas limbah karena semua hasil sampingan dapat dimanfaatkan kembali.
Ia menjelaskan bahwa limbah pertanian dapat dijadikan pakan ternak, dan kotoran ternak bisa diolah menjadi pupuk organik.
Dengan sistem ini, biaya produksi menjadi lebih terjangkau karena petani bisa memanfaatkan limbah organik dari kegiatan bertani dan beternak.
Selain itu, kualitas pangan menjadi lebih baik karena terbebas dari pupuk kimia, yang cocok digunakan untuk kebutuhan pangan keluarga.
Metode budidaya ini menggabungkan sistem akuakultur atau budidaya ikan dengan teknik hidroponik sebagai solusi pertanian terpadu di lahan terbatas.
Intan menekankan bahwa pendekatan ini sangat cocok diterapkan pada kelompok masyarakat ekonomi lemah di daerah perkotaan maupun pedesaan yang memiliki keterbatasan lahan dan biaya untuk pertanian konvensional.
Melalui program Integrated Urban Farming ini, Intan berharap masyarakat lokal dapat diberdayakan secara optimal dan berbagai persoalan pertanian di wilayah tersebut dapat ditangani.
Dengan kombinasi pendekatan daring dan luring, Intan mendorong perempuan penggerak Aisyiyah di NTT untuk memiliki kapasitas yang cukup dalam meningkatkan mutu pertanian serta menjamin keamanan pangan.
Penulis: Romadhona S.
Editor: Annifa Umma’yah Bassiroh